SUMENEP – Pekerjaan pembangunan Gedung Kantor Pengadilan Agama Kangean di Jl. Sambakati, Arjasa, Kangean, Kabupaten Sumenep, semakin mendapat sorotan tajam.
Pasalnya, proyek senilai Rp13,3 miliar dari Anggaran Tahun 2025 itu diduga kuat dikerjakan tidak sesuai spesifikasi yang tercantum dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Diketahui, proyek tersebut direncanakan oleh konsultan CV. Matra Cipta, dengan pelaksana lapangan CV. Tamara Ponorogo milik Dio.
Hasil penelusuran tim di lokasi menemukan indikasi penggunaan material yang tidak sesuai RAB.
Hal itu bahkan diakui oleh penanggung jawab pengesupan pekerjaan di lapangan.
“Iya, baru cor dan sirtu memang tidak sesuai spek,” ungkap Irwan, penanggung jawab lapangan saat dikonfirmasi pada Selasa (3/7).
Ia menambahkan, material batu cor yang digunakan berasal dari batu lokal, bukan batu hitam seperti yang diatur dalam RAB.
Begitu pula dengan material sirtu yang seharusnya didatangkan dari luar Pulau Kangean, karena di wilayah Arjasa sendiri bahan tersebut tidak tersedia.
“Bahan batu cor pakai batu lokal, sertu juga lokal. Lumayan pak, batu yang di sini bisa dipakai,” katanya.
Menanggapi temuan tersebut, Muhlis, anggota DPC LSM BIDIK Kecamatan Arjasa, menduga keras adanya praktik korupsi dalam pengerjaan proyek gedung pengadilan agama tersebut.
“Sejak tahap pertama hingga tahap kedua, material utamanya sudah melenceng dari RAB. Batu cor hitam diganti batu lokal, sirtu juga asal pakai lokal. Padahal jelas di RAB harus didatangkan dari luar karena di sini tidak ada,” tegas Muhlis, Kamis (10/7/2025).
Pihaknya memastikan akan terus mengawal persoalan ini hingga tuntas. Ia menilai praktik penggantian material tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara.
“Kami bersama tim masih terus mengumpulkan bukti. Jika terbukti, akan kami laporkan resmi agar penyelewengan ini diusut tuntas,” tambahnya.
Muhlis juga menyoroti akses ke area proyek yang diduga sengaja ditutup rapat agar luput dari pengawasan publik.
“Pintu proyek selalu dikunci. Kami menduga kuat ada upaya menghalangi akses informasi, ini berpotensi melanggar Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP),” pungkasnya. ***
Penulis : Redaksi