PAMEKASAN – Anggaran publikasi sebesar Rp1,5 miliar dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang dikelola Satpol PP Pamekasan dipastikan hanya akan dinikmati beberapa media.
Info A1 ini mencuat saat wartawan melakukan konfirmasi terkait alokasi dana tersebut seraya mempertanyakan apakah medianya dapat jatah publikasi untuk DBHCHT yang dikelola Satpol PP Pamekasan.
“Maaf, tidak masuk karena dibatasi,” ujar Kepala Bidang Penegakan Perda (Gakda) Satpol PP Pamekasan, M. Hasanurrahman menjawab singkat namun ketus.
Disoal siapa pemberi perintah pembatasan, M. Hasanurrahman, menyebut Bea Cukai.
“Ini atas arahan BC saat pemaparan,” tegasnya, Senin, 11/8.
Pernyataan tersebut memantik sorotan kalangan pers dan publik, mempertanyakan mengapa otoritas Bea Cukai disebut mengatur distribusi anggaran publikasi daerah yang bersumber dari DBHCHT.
Salah satu Ketua Organisasi Wartawan pamekasan, mengecam keras pembatasan jatah publikasi DBHCHT untuk media.
“Ini pelecehan terhadap peran media dan ancaman terhadap kebebasan pers. DBHCHT adalah dana publik, bukan dana pribadi Satpol PP atau Bea Cukai,” tegasnya.
Ia menilai, pembatasan ini berpotensi mematikan fungsi kontrol pers terhadap pengelolaan anggaran miliaran rupiah tersebut.
“Media punya kewajiban mengawasi dan menginformasikan ke masyarakat. Kalau alokasinya diputus sepihak dengan alasan ‘arahan’, apalagi dari instansi Bea Cukai yang bukan domainnya, itu sudah kebablasan,” ujarnya.
Ketua organisasi itu juga menantang pihak Satpol PP dan Bea Cukai untuk membuka secara detail alasan pembatasan.
“Kalau memang transparan, jangan alergi pada media. Membatasi publikasi sama saja membatasi hak masyarakat untuk tahu,” tandasnya.
Ahmadi, aktivis peduli Bea Cukai Jatim angkat suara terkait pembatasan jatah publikasi DBHCHT untuk media.
“Ini indikasi kuat ada upaya membungkam ruang kontrol publik. Kalau jatah media dibatasi, siapa yang akan mengawasi penggunaan dana miliaran rupiah itu?” tegasnya.
Ia juga mempertanyakan alasan Bea Cukai ikut disebut dalam kebijakan daerah oleh Kabid Gakda Satpol PP Pamekasan .
“Bea Cukai itu tugasnya mengurus cukai, bukan mengatur bagaimana daerah membagi dana publikasi. Kalau benar ada arahan seperti itu, ini sudah masuk ranah penyalahgunaan kewenangan,” sindirnya.
Menurutnya, kebijakan tersebut justru memicu kecurigaan publik soal transparansi DBHCHT.
“Kalau tidak ada yang mau disembunyikan, kenapa takut media ikut mempublikasikan? Ini bukan uang pribadi, ini uang rakyat,” pungkasnya.
Sementara itu, pihak Bea Cukai mengelak.
“Tidak ada. DBHCHT tidak dikelola Bea Cukai. Silahkan ke BC Madura Pamekasan, rekan rekan Bea Cukai Madura akan memberikan tanggapan,” pungkasnya, Senin, 11/08.
Sikap Satpol PP Pamekasan dan Bea Cukai dalam polemik jatah publikasi DBHCHT ibarat dua pemain yang sedang bermain lempar batu sembunyi tangan.
Kabid Gakda Satpol PP terang-terangan menyebut pembatasan jatah media senilai Rp1,5 miliar itu “atas arahan Bea Cukai”.
Pernyataan ini seperti menodongkan jari telunjuk ke arah instansi pusat. Tapi anehnya, Bea Cukai justru membantah.
Kalau benar Bea Cukai mengarahkan dana publikasi daerah, ini jelas pelecehan kewenangan. Tapi kalau tidak, berarti Satpol PP sedang menjadikan Bea Cukai sebagai kambing hitam untuk kebijakan yang tak populer. Apa pun versinya, publik hanya disuguhi drama saling lempar yang menguap tanpa jawaban.
Penulis : Redaksi