SUMENEP– Mafia rokok ilegal di Madura bak monster yang tak terbendung. Kabupaten Sumenep dan Pamekasan bukan lagi sekedar daerah produsen, melainkan telah menjelma “kerajaan rokok bodong tanpa pita cukai” yang berjalan terang-terangan, seakan hukum tak pernah ada.
Bahkan keberadaan Bea Cukai Madura di bawah kendali Novian Dermawan serta Dirjen Bea Cukai Letjen Djaka Budi Utama saat ini dinilai hanya jadi penonton, tanpa keberanian menghadapi mafia rokok yang makin sakti dan kebal hukum.
Tidak hanya itu, Menteri Keuangan yang baru dilantik pun diragukan mampu menyentuh gurita bisnis kotor ini. Sebab, di Madura, mafia rokok ilegal sudah membangun jaringan layaknya pemerintahan bayangan, kuat, kaya, dan punya tameng dari aparat.
Tak cukup dengan merampas hak negara melalui pajak dan cukai, sejumlah pengusaha rokok ilegal bahkan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Uang haram hasil bisnis kotor disulap seakan-akan legal, sementara rakyat hanya bisa gigit jari melihat negara dirampok di depan mata.
Bukti di lapangan sungguh telanjang. Rokok merek New Gico isi 20 batang, yang diduga kuat diproduksi oleh “sultan rokok bodong Sumenep” H. Mukmin, bebas beredar di pasaran. Itu baru satu merek dari puluhan merek rokok ilegal lainnya yang menyebar dari pelosok kampung hingga toko-toko kelontong di jantung kota.
“Kalau koordinasinya tidak bagus dengan aparat, pasti semua pengusaha rokok bodong sudah habis. Tapi faktanya? Bisnis mereka justru berjalan mulus, bahkan kiriman ke luar daerah pun aman tanpa hambatan,” ujar Ahmadi, Aktivis Peduli Bea Cukai.
SI, pemilik toko kelontong di Sumenep, mengaku rutin mendapat pasokan rokok ilegal dari sales. “Sales-nya langsung yang antar ke sini,” katanya
Ahmadi bahkan menyebut mafia rokok di Madura sudah masuk level yang mengerikan.
“Mereka ibarat kerajaan dalam kerajaan. Punya uang, jaringan, dan tameng aparat. Kalau Bea Cukai hanya diam, mafia akan semakin kebal hukum, semakin berkuasa,” tegasnya.
Ia menyindir keras, kegagalan pemberantasan rokok ilegal ini tidak hanya cerminan lemahnya pengawasan, melainkan pembiaran sistematis yang sudah seperti “restu diam-diam” kepada para mafia.
“Negara dirugikan triliunan rupiah, tapi pengusaha rokok ilegal pesta pora. Sementara rakyat hanya bisa menonton aparat yang tak berani bergerak,” tambahnya.
Hingga berita ini terbit, media ini masih berupaya melakukan konfirmasi kepada H. Mukmin.
Fenomena ini menjadi potret paling kelam penegakan hukum di Madura. Mafia rokok semakin berjaya, aparat yang seharusnya jadi benteng hukum justru kian diragukan keberaniannya.
Penulis : Redaksi