SUMENEP – Warga Desa Prenduan, Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep, kembali diguncang kabar memalukan. Seorang perangkat desa yang seharusnya jadi teladan justru kembali terjerat kasus kriminal.
Adalah AF, Kepala Dusun Kampung Pesisir, yang kini duduk di kursi terdakwa usai ditangkap tim Resmob Satreskrim Polres Sumenep. Ia diduga kuat terlibat kasus pencurian sepeda motor (curanmor) milik seorang warga Kaduara Timur, Ruspandi.
Ironisnya, motor Honda Beat warna pink-hitam itu semula dititipkan korban di rumah tetangga AF. Namun, bukannya aman, motor justru raib dan korban dipaksa menebusnya Rp2 juta kepada AF agar bisa kembali. Saat dikembalikan, kondisi motor mengenaskan, kunci rusak, spion hilang, dan plat nomor raib.
Lebih mengejutkan lagi, AF ternyata bukan orang baru dalam dunia kriminal. Warga mengungkap, ia pernah ditangkap sebelumnya dalam kasus pencurian mobil di Pamekasan.
“AF ini residivis. Sudah bikin resah masyarakat, tapi ironisnya malah menjabat perangkat desa. Seharusnya jadi contoh, bukan justru jadi pelaku kejahatan,” kecam Ruspandi, (21/8/2025).
Kini kasus AF sudah masuk persidangan di PN Sumenep, yang untuk sementara digelar di gedung DPRD lama. Sidang ketiga digelar Kamis (21/8/2025) dengan agenda pemeriksaan saksi, termasuk korban.
Aktivis muda Sumenep, Prasianto, menilai status AF sebagai perangkat desa sekaligus residivis harus jadi pertimbangan berat bagi hakim.
“Residivis sekaligus perangkat desa itu jelas pengkhianatan terhadap publik. Hakim harus berani menjatuhkan hukuman maksimum agar ada efek jera. Kalau tidak, ini jadi preseden buruk bagi desa-desa lain,” tegasnya.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 362 jelas menyebut pencurian diancam hukuman penjara maksimal lima tahun. Ditambah lagi, Pasal 486–489 KUHP membuka ruang pemberatan hukuman bagi residivis.
Warga pun kini menunggu apakah majelis hakim benar-benar akan tegas atau justru lunak pada seorang perangkat desa yang berulang kali mengkhianati kepercayaan publik.
Kasus AF bukan adalah tamparan keras bagi wajah pemerintahan desa. Seorang perangkat desa yang seharusnya menjaga marwah dan melindungi masyarakat justru menjadi residivis pencurian.
Apabila hukum tidak tegas, publik akan menilai bahwa jabatan perangkat desa bisa menjadi tameng kebal hukum. Kepercayaan masyarakat akan runtuh, bahkan bisa menimbulkan sikap apatis terhadap pemerintah desa.
Oleh karena itu, hakim harus berani menjatuhkan hukuman seberat-beratnya. AF tidak hanya merugikan korban, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik dan mencoreng wibawa pemerintahan desa.
Kasus ini bisa menjadi momentum bersih-bersih perangkat desa dari figur-figur bermasalah. Bila tidak, masyarakat akan terus hidup dalam bayang-bayang aparat desa yang berkhianat pada amanahnya.
Penulis : Redaksi