SUMENEP, RADAR9 – Pernyataan kontroversial SKK Migas – Kangean Energy Indonesia (KEI) yang menuding media lokal sebagai provokator penolakan warga terhadap aktivitas eksplorasi migas, menuai reaksi keras dari insan pers di Sumenep.
Ketua DPC Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Sumenep, Rusydiyono, menegaskan bahwa SKK Migas juga harus bertanggung jawab atas manuver komunikasi KEI yang dinilainya gegabah dan merugikan profesi jurnalis.
“Kami bekerja untuk masyarakat, bukan untuk perusahaan atau penguasa. Jika ada pernyataan yang merugikan, jalur hukum akan kami tempuh,” tegas Yono, sapaan akrabnya, Kamis (3/7/2025).
Ia mendesak manajemen KEI segera melakukan evaluasi internal serta memperbaiki pola komunikasi publik.
“Seharusnya mereka introspeksi, bukan malah menyalahkan media. Kami akan kawal isu ini sampai tuntas,” imbuhnya.
Sebelumnya, 10 organisasi wartawan di Kabupaten Sumenep melayangkan protes keras terhadap rilis pers resmi KEI yang dinilai melecehkan profesi wartawan.
Mereka menilai tudingan KEI yang menyebut media lokal sebagai biang penolakan warga merupakan fitnah sepihak dan merendahkan integritas jurnalistik.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumenep, M. Syamsul Arifin, juga mengecam keras rilis tersebut karena mencederai etika komunikasi publik dan menimbulkan keresahan di kalangan jurnalis.
“Pernyataan resmi PT KEI itu tidak hanya menyesatkan, tapi juga memperkeruh suasana. Kami jurnalis bekerja berdasarkan fakta dan verifikasi, bukan memprovokasi. Tuduhan itu tidak bisa diterima,” tegas Syamsul.
Menurutnya, bila merasa dirugikan, pihak KEI seharusnya menggunakan hak jawab sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers, bukan justru menyerang media secara sepihak.
“Kalau keberatan, gunakan mekanisme hak jawab. Bukan melempar rilis tendensius,” tambahnya.
Syamsul mendesak manajemen KEI segera memberikan klarifikasi terbuka dan bertanggung jawab menyikapi dinamika sosial di lapangan.
“Sangat disayangkan, perusahaan sebesar KEI justru mengeluarkan pernyataan tak berdasar yang melecehkan profesi wartawan. Kami menunggu klarifikasi terbuka,” ujarnya.
Senada, Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Sumenep, Supanji, menilai pola komunikasi publik KEI terkesan arogan dan kontraproduktif.
“Alih-alih meredakan situasi, pernyataan mereka malah memperkeruh suasana dengan menuding media. Ini pola komunikasi publik yang buruk. Seharusnya membangun dialog, bukan melempar tudingan,” tegasnya.
Supanji menuntut KEI mencabut pernyataan tersebut dan meminta maaf secara terbuka.
“Kami minta rilis itu dicabut dan permintaan maaf disampaikan di depan publik. Ini soal harga diri profesi, bukan sekadar media mana,” tandasnya.
Jika manajemen KEI tetap bergeming, seluruh organisasi wartawan di Sumenep sepakat akan melayangkan somasi resmi.
Adapun 10 organisasi wartawan yang bersuara yakni PWI Sumenep, JMSI, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Komunitas Jurnalis Sumenep (KJS), Ikatan Wartawan Online (IWO), Asosiasi Media Online Sumenep (AMOS), PWRI, Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI), Media Independen Online (MIO), dan Aliansi Jurnalis Sumekar (AJS). ***